Pada awalnya, Rasulullah saw.
memang membolehkan kaum Muslim untuk meniru-niru (perbuatan/kebiasaan)
orang-orang kafir (ahli kitab) dan menjalankan sesuatu yang bertentangan
dengan orang-orang musyrik. Hal itu tampak pada hadis berikut (yang
artinya):
Nabi
saw (pada awalnya) suka melakukan sesuatu yang sesuai dengan yang
dilakukan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam perkara yang tidak
dilarang. Ahli kitab tidak suka memotong rambut (membiarkannya panjang),
sedangkan orang-orang musyrik membelah rambutnya di tengah-tengah.
Kemudian Rasulullah saw. membiarkan rambutnya memanjang dan memotongnya
sebagian. (HR Bukhari).
Namun, hadis tersebut kemudian di-nasakh (dihapus
hukumnya), sehingga perbuatan kaum Muslim yang meniru-niru kebiasaan
ahli kitab tidak lagi dibenarkan. Mengomentari hadis tersebut, Ibn Hajar
al-Asqalani berkata:
Rasulullah
saw. sering meniru-niru ahli kitab untuk menarik simpati mereka dan apa
yang dilakukannya itu berlawanan dengan perbuatan orang musyrik.
Tatkala orang-orang musyrik banyak yang masuk Islam (di Madinah),
sementara ahli kitab (banyak yang) tetap mempertahankan kekufurannya,
maka Rasulullah saw. segera meninggalkan perbuatannya yang meniru-niru
ahli kitab. (Fath al-Bâri, jld. X/361-362).
Jadi,
apa yang dilakukan Rasulullah saw. saat itu dengan meniru-niru
kebiasaan ahli kitab adalah dalam rangka meraih suartu
maksud/kepentingan, yakni ingin menarik simpati mereka.
Sikap
membedakan diri dengan kebiasaan orang-orang musyrik (baik Majusi
maupun penyembah berhala), juga dengan ahli kitab sangat tegas dilakukan
oleh Rasulullah saw. dan kaum Muslim. Hal itu tampak, misalnya, pada beberapa kebiasaan berikut (sebagai contoh):
1. Berubahnya
arah kiblat, yang semula menghadap masjid al-Aqsha ke arah masjid
al-Haram (Baitullah). Itu ditandai dengan diturunkannya firman Allah
Swt.:
2.
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
Sungguh
Kami sering melihat mukamu tengadah ke langit (menunggu perintah/wahyu
agar beliau menghadapkan shalatnya ke masjid al-haram). Lalu Kami
memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai. (QS al-Baqarah [2]: 144).
3. Cara salam kaum Muslim berbeda dengan ahli kitab. Rasul bersabda:
لاَ
تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلاَ بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ
الْيَهُودِ الإِْشَارَةُ بِالأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى
الإِْشَارَةُ بِاْلأَكُفِّ
Janganlah
kalian menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani. Cara salam
orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat (jari tangannya), sedangkan
cara salam orang-orang Nasrani adalah dengan (telapak) tangannya. (HR at-Tirmidzi).
4. Mencukur kumis dan memanjangkan jenggot. Rasulullah saw. bersabda:
أَعْفُوا اللِّحَى وَخُذُوا الشَّوَارِبَ وَغَيِّرُوا شَيْبَكُمْ وَلاَ تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَالنَّصَارَى
Panjangkanlah jenggot, cukurlah kumis, dan semirlah ubanmu; jangan menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani. (HR Ahmad, Ibn Hibban, dan at-Tirmidzi).
5. Membedakan
pelaksanaan shaum sunnat dari tanggal 10 asy-Syura (10 Muharram) yang
merupakan hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi puasa sunnat pada tanggal 9 Muharram. Rasulullah saw. bersabda:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
Pada tahun depan, insya Allah, kita akan melakukan shaum pada hari kesembilan (9 Muharram). (HR Muslim).
Masih
banyak lagi perkara-perkara lain yang secara sengaja Rasulullah saw.
membedakan diri dengan orang-orang kafir maupun musyrik, seperti
membedakan dua hari raya (Nairuz dan Maharjan, perayaan bangsa Persia)
dengan dua Id (yakni Idul Fitri dan Idul Adha). Dibolehkan bergaul
dengan istri yang sedang haid kecuali berhubungan suami istri. Hal ini
amat berbeda dengan kebiasaan orang Yahudi yang menjauhkan istri-istri
mereka yang haid bahkan tidak boleh berkumpul (makan bersama).
Rasulullah saw. membolehkan mengecat rambut, sedangkan kebiasaan orang
Yahudi dan Nasrani saat itu tidak mengecat rambutnya. Demikian
seterusnya.
Perbuatan Rasulullah saw ini. membuat jengkel dan geram orang-orang kafir. Mereka (orang-orang Yahudi) sampai mengatakan, “Orang
ini (Rasulullah saw.) selalu saja tidak pernah rela melihat kebiasaan
yang kita lakukan, melainkan ia segera melakukan sesuatu yang
berlawanan.” (HR Muslim).
Imam
Ibn Hajar al-Asqalani telah mengumpulkan perbuatan-perbuatan dan
kebiasaan Rasulullah yang secara sengaja membedakan diri hingga
berjumlah sekitar 30 macam. Semuanya dikumpulkan dalam kitabnya secara
khusus, yang berjudul, Al-Qawli ats-Tsâbit fi ash-Shawmi Yawmu as-Sabt.
Dengan demikian,
perbuatan atau kebiasaan apa saja yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan
orang-orang kafir, yang terpengaruh oleh ideologi/ajaran agama ataupun
pemikiran mereka, tidak boleh diikuti dan ditiru-tiru kaum Muslim;
termasuk mengiktu perayaan/kebiasaan menyambut tahun baru Masehi. Sebab, Rasulullah
saw. telah memberikan kepada kita peringatan hanya pada dua hari saja,
yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Selebihnya tidak.
Di
samping itu, secara tegas Rasulullah saw. mengelompokkan kaum Muslim
yang mengikuti perayaan/kebiasaan orang-orang kafir sama seperti mereka
dan tidak termasuk golongan Rasul (kaum Muslim). Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, ia termasuk golongan mereka. (HR Abu Daud dan Ahmad).
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
Tidak termasuk golonganku orang-orang yang menyerupai selain golonganku. (HR at- Tirmidzi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar