Sabtu, 10 Maret 2012

Hukum Adzan Dua Kali Pada Shalat Jum'at


Dalam risalah fiqh muqoronah (perbandingan) ini kami akan membahas tentang perbedaan pendapat para ulama tentang jumlah adzan sholat Jum’at serta tarjih dari ulama kontemporer. Dalam masalah ini ada 3 pendapat dari para ulama sebagai berikut:
1. Sebagian ulama mengatakan bahwa untuk sholat jum’at hanya ada satu adzan. Mereka berdalil  dengan hadits yng diriwayatkan oleh Bukhori dari Assa’ib bin Yazid dan riwayat lain dari Waki’
عن السائب بن يزيد أنه قال: لم يكن يوم الجمعة لرسول الله صلى الله عليه وسلم إلا مؤذن واحد (البخا ري913)
Dari Said bin Yazid dia berkata: pada hari Jum’at Rasulullah hanya memiliki seorang muadzin (menunjukkan bahwa hanya sekali adzan). (HR Bukhori 913)
وفي رواية أخرى عن وكيع عن ابن أبي ذ ئب: كان الأذان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم وأبي بكر و عمر أذانين يوم الجمعة. وقال ابن اب خزيمة: قوله "الأذانين" يراد به الأذان و الإقامة, يعني تغليبا أو لاشتراكهما في الإعلام
Dalam riwayat lain dari Waki’ bin  Abi dzi’b: dahulu adzan pada masa Rasulullah SAW, Abubakar dan Umar dua adzan pada hari Jum’at. Berkata ibnu Khuzaimah: kata “dua adzan” maksudnya adalah adzan dan iqomah (seperti halnya dalam bahasa Arab kata “qomarain” - 2bulan, maksudnya matahari dan bulan –red)(Fathul bari ,2: 484)
        Dua hadits diatas merupakan dalil bahwa adzan untuk sholat Jum’at adalah sekali, karena mengikuti sunnah Rasullullah SAW.
2. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa untuk sholat jum’at ada dua kali adzan. Mereka berdalil dengan hadits lain dari assa’ib juga
عن السائب أيضا أنه قال: كان النداء يوم الجمعةإذا جلس الإمامعلي المنبرعلى عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر, فلما كان زمان عثمان وكثر الناس زاد النداء الثالث على الزوراء.
Dari Assa’ib juga dia berkata: dahulu pada zaman Rasulullah adzan pada hari Jum’at adalah ketika khotib duduk diatas mimbar (sekali adzan) juga pada zaman Abubakar dan Umar, maka ketika zaman Utsman dan manusia semakin banyak dia menambah seruan yang ketiga (maksudnya dua kali adzan, dikatakan adzan ketiga karena termasuk iqomat -red)(  H.R. Bukhori/912,Abu Daud/1807,Tirmidzi/ 516)
        Sebagian ulama tersebut menganggab tambahan dari kholifah ‘Utsman  sebagai hujjah berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين تمسكوا بها وعضّوا عليها با النواجذ.
…..maka wajib atas kalian untuk selalu mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaurrasyidin, peganglah erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian.(Abu DAwud : 4607)
Dalam hadits diatas kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah para Khulafaurrasyidin, dan Utsman adalah salahsatu dari mereka, maka adzan yang Ia sunnahkan adalah adzan syar’iyang diikuti. Karena dengan mengikuti sunnahnya berarti mengikuti sunnah Rasulullah SAW karena kita diperintahkan untuk mengikutinya.
Para ulama juga berdalil dengan ijma’ sukuti dari para shahabat nabi, karena tidak adanya penolakan dari seorangpun. Sebagaimana termuat dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dalam kitab Al-Ausath:
فلم يعب الناس ذلك عليه وقد عابوا عليه حين أتمّ الصلاة بمنى
Para shahabat tidak mencelanya atas hal tersebut padahal mereka mencelanya ketika Dia menyempurnakan raka’at shalat di Mina.
3. Pendapat yang ketiga dari para ulama  bahwa adzan Jum’at adalah 3 kali dan ini sangat lemah sekali, pendapat ini berdalil dengan hadits dari ibnu habib:
عن ابن حبيب:أن المؤاذنين كانوا يوم الجمعة على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاثة
“para muadzin sholat Jum’at pada zaman Rasulullah SAW ada tiga orang.”
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathulbari: ”Ini adalah pernyataan yang membutuhkan dalil dan belum ditemukan dalil yang jelas dengan sanad yang bersambung, maka tidak perlu pembahasan panjang dalam masalah ini”.
Diskusi para ulama
(-) Para ulama  yang berpegang pada pendapat pertama (satu adzan) membantah mereka yang berdalil dengan perbuatan Kholifah ‘Utsman dan mengatakan bahwa perbuatan khulafaurrasyidin ataupun shahabat yang lain menjadi hujjah jika memenuhi  dua syarat, yaitu tidak menyelisihi sunnah Rasulullah SAW dan tidak menyelisihi shahabat yang lain.              
Mereka berkata: Kami melihat bahwa dalam sunnah nabi Muhammad hanya ada satu kali adzan hingga dating masa ‘Utsman ra, beliau membuat adzan yang pertama beberapa waktu sebelum adzan kedua ketika khotib naik mimbar untuk maslahah mursalah sebagaimana termuat dalam hadits Assa’ib. Maslahah tersebut adalah setelah banyak yang memeluk Islam maka adzan yang bersamaan dengan naiknya khotib tidak terdengar karena jauhnya rumah-rumah hingga diperlukan adzan pertama sebagai pemberitahuan manusia atas masuknya waktu sholat. Maka hukumnya sebagaimana dalam ilmu ushulfiqh bahwa ketika sudah hilang ‘illah atau penyebab disyariatkannya hukum maka hilanglah hukum tersebut.
Diantara ulama yangberpendapat seperti ini adalah Syaikh Nashiruddin Albani rahimahullah. Beliau mengatakan bahwa mashlahah atau maksud ‘Utsman ra mengadakan adzan pertama sudah tercapai dengan adanya pengeras suara dan hampir disetiap tempat terdengar adzan karena banyaknya masjid.
(-) Mereka juga membantah adanya ijma’ sukuti (tidak adanya yang mengingkari) dari para shahabat. Mereka menukil para sahabat dan ulama salaf yang menyelisihi khalifah ‘Utsman, diantaranya Ali bin abi tholib, Ibnu Umar, Abdullah bin Zubair ra, Hasan Bashri, Imam Syafi’I dan Atho’ rahimahumullah sebagai berikut:
1. Al-Qurthubi menyebutkan dalam tafsirnya  bahwa kholifah Ali bin Abi Tholib ketika di Kufah adzan sekali saja.( Tafsir Qurthuby/ surat jum’ah :9)
2. Di keluarkan oleh Abdurrazaq dari Ibnu Zubair dia berkata: “ Tidak ada adzan sampai khotib duduk diatas mimbar dan tidak ada adzan kecuali sekali”.
3. Dikeluarkan pula oleh Ibnu Syaibah dari Hasan Bashri: “Adzan pertama pada hari Jum’at di lakukan ketika keluarnya imam, adapun adzan sebalumnya itu adalah suatu yang baru”.
4. Imam Syafi’I berkata dalam kitab al Umm:  “Aku lebih suka adzan dilakukan ketika imam masuk masjid dan duduk ditempat ia berkhutbah setelah selesai adzan maka imam berdiri untuk memulai khutbah dan tidak ditambah”. Dalam keterangan yang lain Imam Syafi’I mengatakan: “Urusan sebagaimana pada masa Rasulullah lebih aku sukai”.( Al Umm,2/389)
(-) Pendapat syaikh bin Bazz dan syaikh Utsaimin adalah disyariatkannya dua kali adzan
                Syaikh Utsaimin berkata dalam syarah kitab Riyadhushalihin: “Sholat Jum’at memiliki adzan pertama sunnah dari Kholifah Utsman ra. dan beliau adalah salahsatu dari Khulafaurrasyidin yang kita diperintahkan untuk mengikutinya”.
                Beliau juga mentahdzir mereka yang membid’ahkan disyariatkannya adzan pertama. Beliau berkata: “Jika para fuqoha berbeda pendapat dalam suatu masalah sehingga sebagian mengatakan sunnah dan sebagian mengatakan bukan sunnah maka tidak seharusnya membid’ahkan yang lain. Karena kalau kita membid’ahkan mereka dalam masalah seperti ini maka semua ulama dalam permasalahan khilafiah adalah ahlu bid’ah.Maka selama perbedaan ulama bukan dalam masalah aqidah dan tidak terlihat jelas mengada-adakan perkara baru maka urusannya longgar”.
                Beliau juga lebih jelas mentahdzir sebagian ikhwan yang bersikap ghuluw dan membid’ahkan golongan lain dalam masalah khilafiah seperti ini. Beliau berkata dalam syarah Ridhushalihin: “Berkata sebagian mereka yang mengaku salafiyyun sesungguhnya adzan pertama bid’ah kita tidak menerimanya. Perkataan ini adalah celaan terhadap Nabi SAW.Dan celaan terhadap Khulafaurrasyidin dan para shahabat.Mereka tidak sadar sampai pada derajat seperti ini. Mereka mencela Nabi karena nabi memerintahkan kita mengikuti sunnah Khulafaurrasyidin sedangkan celaan terhadap khulafaurrasyidin karena celaan terhadap seorang dari mereka berarti celaan terhadap semuanya, celaan terhadap para shahabat karena mereka tidak mengingkari perbuatan Utsman sebagaimana mereka mencelanya ketika tidak menjamak shalat di Mina.
Tarjih
                Jika dikatakan bahwa perbuatan Kholifah Utsman sekarang sudah bukan sunnah lagi karena maksud dari diadakannya adzan pertama sudah tidak ada karena adanya pengeras suara dan banyaknya masjid maka ini adalah pendapat yang kurang tepat. Karena maksud dari adzan pertama tidak saja karena manusia dahulu tidak mendengar adzan menjelang khutbah, namun juga sebagai peringatan kepada para kaum muslimin bahwa waktu sholat Jum’at sudah dekat sehingga mereka meninggalkan aktifitas  dan bersiap-siap berangkat ke masjid.
                Oleh karena itu sebaiknya adzan pertama di lakukan sekitar setengah jam atau satu jam sebelum  waktusholat Jum’at agar cukup bagi Jama’ah untuk mandi dan mempersiapkan diri sehingga telah berada didalam masjid sebelum Imam keluar untuk berkhutbah sebagaimana dilakukan di masjidil haram dan masjid nabawi. Namun sebagian besar masjid di Indonesia melakukan adzan pertama ketika masuk waktu kemudian adzan kedua hanya berselang waktu sangat singkat ini merupakan kekeliruan karena tidak tercapainya mashlahah. Wallahu a’lam (waza)
nb : risalah ini semata-mata adalah hasil karya penulis, dan bukan representasi pendapat fiqih shoutussalam secara menyeluruh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar