Rabu, 07 Maret 2012

Ketika manusia beranjak dewasa, jalan hidup memilihkannya alur untuk memulai kehidupan mandiri. Pikirannya semakin berkembang, dan kemauannya semakin kompleks, dan semua menunggu untuk terpenuhi. Area hidup yang semula dalam asuhan orang tua, namun seiring dengan berlalunya waktu, kita diajukan pada berbagai pilihan hidup yang tak jarang membentangkan jarak yang menjauhkan dari orang tua.

Tuntutan hidup inilah yang akhirnya mau tidak mau mendesak para orang tua untuk rela melepaskan anak-anaknya jauh dan memilih jalan takdir mereka sendiri. Rela tidak rela, namun tanpa kuasa mereka harus merelakannya. Segenap doa mereka panjatkan kepada Sang Maha Hidup agar anak-anak mereka selalu dalam pengawasan terbaikNya.

Ketika kesuksesan sudah digenggaman, sang anakpun berbangga dan berbahagia. Namun hal itu belum seberapa jika dibandingkan dengan kebahagiaan sejati para orang tua. Mungkin dari mereka banyak yang tidak ikut menikmati, namun begitulah orang tua, melihat kebahagiaan anak-anak mereka, itu sudah lebih dari cukup.

Para orang tua tidak menuntut harta atau cipratan kemuliaan dari anak- anak mereka. Bahkan kalau mereka berpunya, justru mereka yang akan dengan sukarela membagi-bagikan semua yang mereka miliki kepada anak-anak mereka hingga sisa-sisa ampas terakhir sekalipun.

Setelah semuanya telah terengkuh, namun kebanyakan dari kita melupakan satu hal. Waktu seakan sudah melenakan kita dari satu detikpun untuk berkirim kabar atau sekedar mengetahui keadaan orang tua terkasih, apalagi sampai mengunjunginya. Masih ingatkah kita, ketika kecil dulu, bahkan semua waktu hanya tercurah untuk kita, seakan dunia orang tua telah kita beli dengan kepengurusan atas diri kita. Tapi sekarang… keadaan itu berbalik dengan yang kebanyakan kita lakukan sebagai balas jasa kita untuk mereka.

Pahamilah hati orang tua dengan bayangan bahwa nanti ketika saat itu tiba untuk kita. Saat dimana kitapun sudah memakan takdir untuk menua. Ketika belahan hati telah jauh, yang diharapkannya hanya ketulusan perhatian lewat kunjungan ataupun hanya sekedar pembicaraan singkat lewat telefon. Bayangkan ketika orang tua harus melewati hari-harinya dalam kesepian dan sendirian. Ibaratnya, susah payah dan sakit badan serta hatipun harus mereka tanggung sendiri. Sedangkan anak yang mereka telah besarkan dengan susah payah dan penuh pengorbanan, kini telah pergi untuk berbahagia dengan kehidupannya sendiri.

Sungguh, para orang tua tidak akan menuntut untuk berbagi kebahagiaan itu, bahkan mungkin sebagian dari mereka coba untuk berbicara dengan diri dan menyediakan sejuta pemakluman, bahwa siklus hidup memang begitulah adanya. Tapi bukankah mereka adalah orang tua kita? Mereka yang berjasa sampai kita pada level sekarang ini. Mereka masih dan akan tetap berhak atas kita. Jika kita membaiki orang lain, lebih diutamakan dahulu kita harus berbuat baik kepada orang tua sendiri.

Begitulah ketika orang tua harus melewati babak akhir dari kehidupannya. Walaupun begitu banyak harta kekayaan yang dimiliki, toh semua hanya benda mati yang tidak memberi rasa dan membangkitkan gairah hidup mereka. Walaupun absennya hadiah atau buah tangan dari anak-anak bahkan cucu mereka saat mengunjungi dan memperhatikannya, itu tidak masalah, karena sungguh kedamaian hati itulah yang tak bisa terbeli.

Kalau saja usia tidak menuakan mereka, selamanya mereka akan tetap mengasuh kita. Mereka tak akan peduli seberapa dewasa dan mandirinya anak-anak mereka, orang tua tetaplah orang tua. Mereka akan tetap memelihara dengan kasih sayang yang paling paten kualitasnya untuk kita. Tidak ada balasan, tidak masalah. Tidak ada penghargaan, bukan hal yang perlu dirisaukan. Lelah pun sudah mengurat di otot mereka. Itulah orang tua.

Apakah anda termasuk orang yang sukses sekarang? Kalau jawabannya adalah ya, pertanyaan selanjutnya adalah, apa kabar orang tua anda yang jauh disana?

Kesuksesan tidak berarti apa-apa jika kita mengesampingkan dan atau bahkan membuang arti kasih dari orang tua. Kemuliaan yang kita raih sebagai bukti kerja keras, tidak akan memuliakan kita jika hal itu justru menggiring kita untuk mendapat gelar anak durhaka.

Lalu, tak pernahkah terlintas cicilan dari penyesalan kita yang sempat kita cicipi di hari ini. Karna memang porsi utuh dari penyesalan tentu akan dihabiskan di hari akhir. Di hari dimana kita hanya mampu menatap mayat orang tua kita yang sudah dingin mematung. Entah perasaan terakhir mereka apa pada kita. Apakah saat nyawa sampai di ujung tenggorok mereka sedang berbahagia pada kita atau sebaliknya saat hanya tinggal jasad mereka menyimpan kesedihan dan duka mendalam pada perilaku kita.

Suatu hari kita pun insya Allah akan menjadi seperti mereka. Dan bila saat itu datang, kita pun ingin mendapatkan perlakuan sebaik-baiknya. Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil terhadap hamba-hambanya, bagaimana perlakuan kita terhadap orang tua, siapa yang bisa menebak jika perlakuan yang sama akan kita terima kelak dari anak-anak kita. Mungkin jika kebaikan yang terbalas kita tidak akan peka tapi beda hal jika perlakuan kasar maupun sayatan kesalahan kita pada orang tua dulu yang kini terbalas pada perilaku anak-anak kita barulah kita akan mendapat bonus dobel akan penyesalan kehidupan. Maka tentunya, manusia yang bijak tidak akan salah membuat ‘investasi’ yang akan dia panen sendiri dimasa depan.
 Salam saja untuk kamar-kamar ayah ibu kita yang kini atau esok akan kosong. Salam untuk kebiasaan-kebiasaan mereka yang akan kita kenang saja. Baju-baju mereka yang biasa mereka kenakan. Kursi tempat ayah melepas penat, dapur tempat ibu mencampur sukanya, serta foto-foto yang kini sangat berarti bagi kita karena kita sudah tak mampu menatap wajah mereka lagi, wajah mereka sudah tergantikan oleh batu nisan yang tertulis nama mereka. Salam juga untuk bayangan-bayangan mereka yang dulu selalu ada saat kita butuhkan dekapan kasih sayang mereka.

Tapi kini, beribu tetesan tangisan kita tak akan mampu membalas duka yang mereka rasakan, atau mengembalikan mereka hanya satu menit cuma untuk bisa kita berikan senyuman kebahagiaan, dan ketulusan maaf kita pada mereka. Tidak bisa. Tak peduli sesukses sebesar apa pun tidak bisa membuat mereka bangga pada kita. Hanya kesuksesan berdoa saja yang mampu menebus segala kesalahan-kesalahan kita pada mereka. Doakan orang tua kita. Doakanlah, tak perlu menunggu mereka pergi dari kita selamanya tetapi doakanlah dalam tiap helaan nafas, selagi kita masih bisa melihat balasan senyum di wajah ayah dan ibu tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar